Villa Cibogo Permai

Dari namanya aku berfikir ini adalah kompleks perumahan kelas menengah atas. Mungkin saja in memenag benar, dan kawan, ini adalah perumahan pertama yang akhirnya aku survey. Diluar list yang dibuat dan tanpa perencanaan apapun. Mungkin begini lah pelajaran hidup di urutan awal yang harus aku pelajari, kadang hidup ini tak seburuk rencana kita, wheheheh…..dan ini kedengaran nya indah.
Pamanku, Syafrizal bin ayah ibuku yang menjadi awal cerita itu. Sebagai seorang pedang, ia berhasil mempromosikan apa yang dia sebut sebagai tempat tercocok ku sebagai seorang kontraktor. Lobinya berhasil, aku melupakan list yang telah tertera dalam buku kecil ungu di kantong jaket. Ini namanya kesuksesan seorang sales tak berbayar dan tak terdaftar.
Sejujurnya kukatakan, begitu memasuki gerbang perumahan itu, heheh banyak yang tidak kupahami, jalan memasuki gerbangnya melalui pohonan bamboo yang rimbun dan tentu sejuk di hangat nya Jakarta, meskipun pinggiran. Jalanan tanah merah berlumpur. Agak kedalam dan terlihat hon blok merah tak tersusun rapi. Dan dengan kejujuran yang dalam lagi aku katakana, ini kali perrtama aku tau kalau ada perumahan yang seperti ini. Tak sempat lam aku berfikir, maka sampai lah dirumah yang sudah di tag pamanku, seorang berpakaian security bercampur hansip pemilu menghampiri kami.
Sekilas melihat gaya bicaranya, aku terringat dengan seorang pemandu wisata di kota tua Jakarta, sebagai seorang Minang aku punya sensi yang cukup tinggi masalah ini. Seorang belanda tua yang ia pandu. Mungkin si ibu ducth Tua itu saat hamil ketika bung Karno membacakan proklamasi Indonesia di Medan Merdeka Barat. Kulit putih bercaknya keriput. Dan sepertinya tidak ada yang lebih tau dari sipemandu itu tadi ketika ditanyakan apapun tentang kota tua padanya. Namun ketika si Tua dutch menanyakan tentang sejarah rinci tentang dunia perwayangan di museum wayang, aku melihat wajah sipemandu itu memerah.
Sebagai seorang yang dari tadi tertarik dengan kepintaran si dutch, saya memang sengaja mengikuti mereka, ternyata dia seorang sejarawan dinegerinya, professor tua itu datang untuk meneliti bukan semata rekreasi. Hahaha, dan sipemandu adalah orang Padang, jadilah tidak nyambung dan tidak ,,,,,,,,,,,,,,,,,apa sajalah yang ingin kawan katakana.
Kembali kemasalah tadi kawan, aku merasa kembali bertemu sipemandu itu. Ini dalam suasana nya yang lain, si hansip menjelaskan panjang lebar, tentang kelebihan perumahan ini. Hampir-hampir aku tidak punya waktu untuk sekedar bertanya informasi yang menurutku perlu. Waktu berlalu kawan
Pamanku telah menyulut rupanya 5 batang rokok, wajahnya mulai bosan dan si pemandu belum jua hendak berhenti bicara.
“dimana saya bisa bisa tau no pemilik rumah ini pak”
Mestinya sungguh tidak tertarik, tapi aku sudah mulai mengantuk, sehelai daun kuning kering ramping bamboo luruh dijilbabku. Dan ternyata.
“Baik teteh, eh mbak, eh ibu, eh uni ya….ya disana rumah yang saya maksud”
Kawan, tau kah rumah yang dimaksud?
Nanti akan kusampaikan pada mu ceritanya, karena ternyata sekarang sudah jam 3 sore, azan ashar sebentar lagi akan memamnggil, sedangkan sejujurnya aku tidak berminat dengan ini semua. Sebagai seorang paling pemberani di dunia, kawan, bayangkan akau bisa tinggal dimalam hari dibawah nyanyian dedaunan rimbun mambu, dirumah perkampungan yang sudah 5 tahun ternyata tidak ditunggui.

Entah lah, aku semakin tak berharap sipemandu bercerita banyak lagi tetntang rumah ini. Jangan sampai dia katakana, penghuninya mati bunuh diri, gantung diri, bakar diri, atau sijanda dibunuh mantan suami karena ingin menikah lagi dan entah apa lagi. Karena melihaat dindingnya yang kotor memerah, penyakit imaginerku datang tanpa diundang. Kawan, ini semua karena aku adalah orang pemberani yang mungkin anda kenal. Dan nanti malam, semoga rumah ini tidak sempat menghiasi latar lullaby song ku. Alamat tidak tidur sampai pagi mak…………….
Share on Google Plus

About aisyah syahidah

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

komentar nya tulis disini