selaksa hidup di 401

Meta, kami tidak terlalu dekat. Pertemuan lima kali sepekan beberapa bulan terakhir tidak menyisakan banyak waktu bagi kami untuk berinteraksi. Singkatnya waktu dan mungkin jarak usia menjadi jembatan diantara kami. Dimataku dia gadis manis yang cuek bermuka batak dan bergaya ala anak muda masa kini. Dengan celana jeans pensil sobek di dengkul, kemeja rada longgar, syal kotak-kotak melilit dilehernya dan ransel ukuran tentara berwarna tanah.

Dibanding aku, dia lebih sedikit datang terlambatnya. Jika dosen nya juga datang terlambat, aku sering melihat dia sudah dalam kerumunan teman-teman mempromosikan berbagai hal. Ada sepatu, kalung, gelang perak bali dan banyak hal lagi. Dalam akademik dia tidak lah gadis yang terlalu menonjol. Tapi Dia mengikuti perkuliahan sungguh-sungguh, sepertinya begitu menurutku. Aku baru menyadari semua itu setelah kejadian malam ini, dan sebelumnya jika ditanya tentang nya mungkin aku tidak kan bisa menjelaskan sebaik ini. Nama lengkapnya Metalina Tanjung.


Gerimis awal senja, setelah sholat magrib rasanya berat untuk berangkat kuliah. Pukul 18.35. berharap untuk dosen juga malas berangkat karena hujan bukan lah suatu hal yang adil. Aku yakin teman-teman serajin anggi, meta, dan bambang sudah ada dikelas. Aku harus berangkat. Hanya gerimis kecil walau udara menusuk sekali. Ku ajak kaki yang malas melangkah menembus tirai air senja itu.
Dengan jaket tanpa jas hujan aku awali perjanan awal senja. Jas hujan terasa menambah beban berkendara bagiku. Kebiasaan yang buruk sekali. Diperjalanan hujan semakin deras dan deras lagi. Lampu lantai enam kampus ku sudah terlihat berkedip. Terletak selatan dari arah berlawananku. Lampu itu seolah memanggil cepat saja, kau sudah dekat. Sebuah alasan kemalasan berhenti untuk mengenakan jas hujan. Malam itu kelas agama untuk kami.

Malam itu materi nya Agama, arti dan ruang lingkupnya. Sebuah pembahasan yang tidak terlalu mendalam fikirku. Namun akan menyulut banyak debat diantara kami. Ada hendro, bambang, tika dan susi sebagai pendebat penghangat suasana biasanya. Para presentator biasanya akan sangat bersyukur jiika diantara mereka ada yang tidak hadir.

Sekalipun hanya kuliah disisa waktu yang harusnya mengistirahatkan diri setelah lelah bekerja. Namun inilah karakter para pejuang 401. Kami tetap semangat didalam segala keprihatinan kami. Sebenarnya kami prihatin waktu, dana dan stamina. Tapi demi ilmu, perkembangan karir level akar rumput atau selembar ijazah ini semua kami lakukan. Ya kami lah pejuang 401 itu.

Entah kenapa malam ini aku sangat tertarik untuk berrdiskusi banyak tentang pembahasan ini. Seperti biasa, Hendro teman kami sebagai penyulut api perdebatan itu dan sebagai presentator nya adalah bambang. Diskusi yang hangat. Topic hangat, kami membahas tentang teroris. Ya, sangat hangat setelah pengeboman masjid Sabilunna polres Cirebon.

Perdebatan kami semakin hangat, karena dosen agama kami adalah liberalis ulung jebolan UIN dan LAIDEN university. Kami berdebat seru. Kami terbingung-bingung dengan cara berrfikirnya. Yang menurut saya dia menempatkan diri sebagai pengkritisi tanpa solusi. Bagaimana tidak, dimatanya NU, MUHAMADIYAH, HTI, SALAFIYAH, TARBIYAH adalah kelompok orang-orang yang terrkungkung dalam kesalahan. Aku menanyakan yang benar menurutnya, aku hanya dijawab dengan sebuah retorika yang tidak sampai bisa masuk keotakku. Akukah yang sangat bodoh ataukah analogi yang diberikan nya begitu berbelit dan mengada-ada. Tapi entahlah kawan, tidak lucu juga kan kalaw nilai agamaku E diakhie semester. Mohon doanya.


Hampir kami mendekati UTS, dan dosen vocabulary kami belum pernah menampakkan batang hidung nya. kabar burung mengatakan kalau dia baru saja mendapat musibah. Keguguran. Sehingga kelas kosong kami isi dengan saling bertukar cerita, berbagi rasa betapa sulitnya kami mengikuti pelajaran grammar yang 4 SKS. Dan teman-teman ku bercerita betapa singkat nya waktu yang dia punya untuk belajar. Teman, kalian adalah orang-orang hebat. Menurutku mereka jauh lebih hebat dibanding teman-temanku di teknik elektro UNAND dulu.
Teman-teman ku diteknik dulu adalah mahasiswa yang memiliki 24 jam waktu untuk belajar. Biaya hidup ditanggung penuh oleh yayasan bunda, jika pintar sedikit berrbohong tentang kebutuhan praktikum atau study lapangan, maka bulan depan yayasan bunda akan mencairkan dana duakali lipat tanpa harus ada berita tagihan. Kami kekampus dengan bis kampus yang nyaman walau berdesakan. Kampus kami adalah kampus termegah diasia tenggara. Sungguh sebuah karunia bagiku bisa mendapat gelar ST dari kampus megah itu. Namun lebih besar karunia ketika aku bisa kenal dengan orang-orang luar biasa seperti teman-temanku dikampus berlantai enam ini.

Sekarang Nama universitas kami UNPAM. Kampus yang mana mahasiswa malamnya lebih banyak dari pada siang. Kampus yang mampu menampung kami tanpa banyak bertanya. Yang terbuka member tanpa banyak tuntutan. Disini kami semua bisa kuliah asala kami mau. Kampus milik sebuah yayasan. Yang tidak banyak memiliki jurusan faforit dengan biaya pengadaan yang selangit. Tapi kampus kami adalah kampus pencinta sejati. Yang member tanpa pamrih. Suatu hari aku ingin bertemu dan bertukar fikiran dengan orang idealis yang menggagas kampus ini. Ini harapan ku kawan, kuharap doa darimu.

Kau tau dikampus ini aku bertemu dengan orang-orang yang diluar dugaan ku, orang yang hanya tidur tiga setengah jam dalam semalam sepanjang tahun. Orang yang harus berkendara menuju kampus dengan jarak tempuh selama dua jam perjalanan bekendara roda dua. Bolak-balik tiap hari di waktu selesai kerjanya. Orang yang terrnyata sebagai buruh dipabrik harus bekerja tiap hari, membiayai ibu dan 3 adek nya juga harus kuliah. Rabb, ini lah anugerah terrindah buatku. Berrtemu orang-orang hebat di waktu yang tepat. Fabiayyi alairabbikuma tukadziban.

Dan diantarea orang-orang hebat itu adalaha meta. Hari ini dia datang lebih awal lagi dariku. Namun aku tidak melihat gelaran dagangan nya hari ini. Aku menyimpulkan, karena setidaknya selama aku duduk dari keterlambatan ku yang nyaris 30 menit, aku tidak melihat dia masuk. Dan sekarang ia ada dalam bopongan kami. Pertanda dia lebih awal datang dariku bukan?

Kawan, semenjak kami sekelas sampai senja tadi. Rasanya tidak ada yang istimewa trntang dia dimataku. Dia adalah kebanyakan dari sosok penghuni kampus malam kami. Dengan dandanan juga dandanan kebanyakan juga dengan segala halyang tak dapat kulihat istimewah. Namun kawanku, sejak hari ini aku berjanji dihati terdalam ku. Aku tidak ingin lagi menjadi orang kebanyakan untuk semua teman-temanku. Orang yang melakukan judging book by cover. Malam ini aku mengatakan, meta adalah gadis luar biasa. Dan mungkin juga begitu banyak dari teman-temanku lascar 401.

Meta pingsan dikelas. Wajah dan bibirnya pucat dan nyaris biru. Ia jatuh kelantai saat wanita muda yang awalnya ku fikir adalah anak pagi atau mahasiswa semester diatas kami yang konversi waktu. Tapi ternyata ia adalah dosen muda kami yang cantik. Namun sebelum kami sempat membahas modul halaman pertama, sekarang meta pingsan. Kelas vocabulary malam itu dibubarkan. Dengan beberapa orang teman kami mengantar meta ke RSUD yang tepatnya berseberangan dengan kampus kami.



sekarang meta telah siuman, dia mengigil kedinginan dalam hawa panas diatas 〖43〗^0C. jarinya ditekuk-tekuk memucat. Air matanya mengalir dan mendekati panas dari pada hangat. Dokter mendiaknosanya kecapean, sehingga typus. Dengan jarak yang rasanya jauh dari pamulang kearah depsos bintaro, kami berfikir ulang cara membawa meta pulang. Ditubuh kami semua ada beban capek seharian bekerrja, lapar dan pekerjaan esok hari yang telah membayang-bayangi. Aku beranikan menanya meta. Tapi sebuah jawaban poin luar biasa itu menyentakkan ku.
“Gimana ya ni, mama tidak akan mungkin bisa menjemput. Sudah malam dan dirumah tidak ada kendaraan” diantara gemeratuk giginya volume air matanya bertambah. Meta maafkan aku, dan kembali kuberanikan diri menanya tentang papa nya. sekali lagi poin itu menusuk ku.
“uni, hhhhfff…hnggg…dingin….uni, aku tidak ada papa”
Tek. Rabb….sayangi dia. Amin.


Yupi, meta dan aku ngebut mengantar meta pulang. Kami membelah jalanan banjir didaerah rempoa hingga bintaro. Geraham meta gemeratuk mengigil. Panas tubuhnya menghangatkan tuubuhku yang sebenarnya kedinginan tanpa jaket dan dalam pakaian seperempat basah. jalanan satu jalur banjir dan lalu lintas malam yang mulai lancer. Alhasil, setiap berselisih arah dengan kendaraan roda empat, kami semakin basah dan mendekati kuyup. Tentu juga meta. Rasanya tempat yang paling buruk di sepanjang perjalanan kami adalah disepanjang jalan pasar ciputat. Dengan jalan setengah buruk versi Indonesia, menyisakan cekukan yang setiap saat bisa menjadi sumber air yang bisa mengguyur tubuh kami jika berselisih arah dengan mobil model apapun. Dan sepanjang jalan ini adalah tempat pembuangan sampah sementara dengan bau setajam pedang. Air cipratan nya berwarna hitam kental dengan bau yang lebih dahsyat. Kawan, bukan kah air itu sari pati juice yang mengalir dari gunung-gunung sampah itu. Allahuakbar.
Jalan kerumah meta tidak hanya jauh dan berliku. Tapi juga sempit dan berkelok-kelok sesukanya. Lebih craudit dari kelok 44 menuju riau. Saking parahnya setiap kelokan nya, mungkin sebulan aku menghafalin gang kerumah meta belum tentu berhasil. Saking kecilnya jalan itu. Jika ade namnung di copas dan mereka saling berselisih arah. Tanpa ada yang mau mengalah, alhasil tidak aka nada yang sampai ketujuan nya hari itu.

Beberapa kali mentok ke ujung gang, yupi dengan telaten berbelok-belok. Untung aku kurus jadi dengan sangat aman kaku menempel kepaha meta dan yupi. Mungkin judul nya adalah tiga batang asparagus cantik dari ruang 401.



Rumah meta. Kontrakan meta. Ia tinggal berdua saja dengan ibunya yang sudah 20 tahun menjanda. Meta baru saja bekerja kembali setelah 1bulan di PHK. Ia bekerja sebagai SPG di GIANT ciledug. Sehingga waktu berkendaranya jika ditotal adalah sekitar lima jam sehari. Semenjak bekerja sebagai SPG. Maka waktu tidur meta hanya sekitar 3 jam sehari semalam. Ibunya seorang penjahit. Tidak banyak perabotan dalam kontrakan tiga ruang itu. Diruang tamu hanya tergelar karpet sederhana dengan peralatan jahit berserakan. Dan didinding putih pucat itu tergantung sebuah mukena lusuh berbau segar. Meta maafkan aku.
Share on Google Plus

About aisyah syahidah

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

komentar nya tulis disini