MY LOVE

Assalamualaikum.........
salam ini hanya ada dalam hatiku yang tak dapat ku suarakan. Sekedar hanya unruk ku dengar sendiri. Dia begitu halus dan begitu indah. Aku dapat merasakan betapa indah dan wanginya, karena ia ada dalam setiap tarikan nafasku, ia ada dalam setiap denyut yang berirama dari nadiku. Tuhan alangkah maha adilnya Engkau. Walau disetiap helaan nafas dan disetiap aliran darah itu aku merasakan sakit yang juga seimbang dengan semua itu. Mungkin suatu hari aku harus jujur pada diriku sendiri, namun untuk sekarang ia hanya keindahan yang menyiksa. Aku tak mampu melawan semua ini, bukankah rasa seperti ini tak pernah aku kehendaki dan tak pernah aku impikan. Jika bpleh jujurr aku katakan dan jika aku boleh memilih, aku tidak akan memilih rasa ini ada. Aku menderita dalam senyum samar keindahan yang nisbi, aku terpanah dalam cahaya kemilau embun yang tak bisa tuangkan, semuanya serba abstrak. Apa yang harus aku ucapkan untuk semua ini? Namun aku tidak akan membantah semua takdir ini, atau mungkin menurut Tuhan dengan begini aku bias merasakan ar’ti hidup yang sesungguhnya. Walau aku harus merelakan rasa ini menawanku dalam keindahannya.

dua tahun telah berlalu dari saat-saat itu, tapi ia masih tetap ada dan jelas hingga hari ini. Aku tak bias muna akan semuanya. Dulu dan bahkan sekarang, setiap huruf dari namamu begitu indah, setiap abjad yang tereja tak bisa ku maknai kenapa membuatku untuk tak menghadirkan bayangmu. Aku menderita. Seperti janjiku kemaren, mungkin ada waktunya aku untuk jujur dan berterrus terang tentang semua ini, minimal hanya untuk diriku sendiri. Walau ini membuat luka ku semakin terasa perih, walau ini membuatku semakin hanyut dalam telaga yang sangat dingin dan menyiksa sampai kesemua bilik-bilik jantungku. Aku harus jujur……kalau aku mencintaimu dalam diamku yang tak berujung.

Jauh kemasa lalu, saat pertama aku mengenalmu, semua dalam suasana formal yang terjaga begitu berwibawa. Aku melihatmu berkilau dari setiap kata yang kau ucapkan. Takkan pernah ada yang mengingat semua itu sedikitpun, selain memoriku yang merekamnya begitu detail. Aku tidak sanggup untuk mengatakan nya lebih jauh, karena membuat dadaku terasa sesak. Namun saat itu kau terlihat kokoh seperti gunung yang menyimpan banyak misteri dan memeluk telaga aqua biru alam. Aku ingin sekali merasakan kesegarannya. Namun gunung itu terpagar sangat kokoh dan akupun berada dalam sangkarku yang jauh. Aku tak punya pilihan lain selain membunuh rasa itu, namun ia tak pernah mati selain semakin menggurita tubuhku dan tak menyisakan satu selpun untuk merasa bebas. Tidak ada kesalahan darimu, namun saat itu aku berada dalam sangkar keidealisanku yang rumit untuk terurai dalam kata-kata sederhana. dua tahun, waktu yang sudah sangat lamabukan, namun aku masi merasakannya sampai aku berada disini dari senja tadi.

Saat itu mungkin sama seperti malam ini, kalau aku masi bisa memanggilmu. Aku memangilmu kakak. Dan kata-kata yang ku ucapkan pertama untukmu pun masih aku ingat dengan sangat detail. Walau sekali lagi tak akan ada yang mengingatnya selain aku, walau waktu itu aku mengucapkan nya didepan banyak orang. Aku menyadari, karena kata-kata itu sama sekali tak berarti untuk diingat. Aku hanya minta izin untuk tidak ikut kegitan bakti mahasiswa baru. Dan dengan alasan yang ada dariku juga beberapa pertimbangan darimu aku diizinkan untuk tidak ikut. Semua itu begitu berarti bagiku. Walau saat itu adalah saat pertama aku bertemu denganmu, tanpa ada pengantar dan tau siapa dan apa-apa tentang dirimu. Namun saat itu seakan tak mau aku hapus dari ingatanku, walau aku telah berusaha sekuat tenaga dan telah melewati nyaris sewindu masa setelahnya. Aku masih seperti saat itu. Berharap dapat merasakan kesegaran telaga yang ada dalam bening dan kokohnya keindahanmu dalam mata hati ku. Tolonglah katakan, salahkah aku???

Dan setelah itu tidak adalagi interaksi diantara kita, walau jujur aku ingin merasakan indahnya saat-saat aku bisa bicara denganmu seperti saat itu lagi. Aku sadar kalau aku ini cengeng, namun katakana jugalah kata-kata itu ketika ada diantara kita yang pernah membaca betapa menderitanya kahlil Gibran dan betapa banyak air mata yang ia buang untuk sebuah rasa seperti yang ku rasakan. Dan semenjak saat itu, kita seperti berada dibenteng kita masing-masing. Walau kita sebenarnya sangat dekat. Kak, kita satu Fakultas, kita hanya dipisahkan oleh sekat yang bernama Blok. Hanya terpisah oleh ruangan antar jurusan, dank kau hanya berada dua tingkat diatasku, yang membuat kita punya banyak waktu untuk bertemu. Ujung dari blokmu adalah jalan buntu, adan berarti kau harus selaulu lewat di depan jurusanku. Aku dapat melihatmu sebanyakmungkin yang aku mau setiap hari, karena saat itu mungkin perkuliahan kita sama padatnya dan intensitas kita dikampus sama banyaknya.

Aku dapat melihatmu sesuka ku, namun jika ada yang tau pasti akan mengataka ini seperti racun bagiku. Disebanyak kesempatan yang ada itu mungkin aku tak lebih benar-benar menatapmu lebih dari tiga kali. Walau aku akan selalu tau saat-saat kapan kau melewati gerbang jurusanku. Aku juga tahu persis suaramu jika kita rapat diruangan yang aku tidak dapat melihat mu dengan jelas. Sekali lagi aku berada dalam diam yang tersiksa. Seujurnya aku tak mau semua ini aku rsakan karena begitu mengirisku setiap langkah dan cahaya yang mampu melayang diretinaku. Aku tak sanggaup untuk berkehendak terhadap diriku. namun setidaknya aku bisa merasakan indahnya Jatuh cinta, walau ia datang hanya untuk membakarku. Pilu dan sangat menyiksaku.
***
Kak, dua tahun dari pertama aku menatapmu untuk pertama kali. Sekaranga aku sudah semester empat, sangat banyak hal baru dan orang baru yang kukenal disini. Dua tahun juga waktu yang cukup bagiku untuk menjadi pribadi yang berbeda disini, dikampus kita. Dulu aku yang tomboy dan narsis, yang serba simple dan cuek, yang keras kepala dan suka uring-uringan telah berganti dengan sosok lain. Perjumpaan aku dengan para aktivis dikampus ini telah membuat aku menjadi pribadi yang baru. Aku yang dulu sering lepas control dalam bersikap, sekarang sudah mulai bisa mengendalikan diri. Pandanganku terhadap pergaulan juga sudah membaikmenurutku. Dulu aku merasa aku begitu sejajar dan bahkan berada setingkat lebih dari para teman-temanku yang pria. Karena aku merasa aku sanggup melakukan apa yang mereka sanggup dan apa yang aku sanggup belum tentu mereka sanggup untuk melakukannya. Karena untuk lingkunganku dulu aku memang dikenal dengan gadis pintar yang serba simple. Namun sekarang semuanya telah berubah.

Kak, perubahan ini bukan karena pertemuan kita, namun karena aku memang mencarinya dari aku kecil. Lingkungan dan pergaulan islami yang tidak pernah dikenalkan oleh orang tua dan keluarga serta lingkunganku. Namun jujur aku akui, kau telah menjadi katalisku untuk dapat seperti ini. Semangat dan intensitasmu untuk peduli kepada lingkungan telah membuatku terinspirasi. Aku tidak pungkiri itu. Namun perasaanku juga tak dapat aku bohongi, aku adalah manusia normal yang berproses menuju sesuatu yang lebih baik.

Dibalik semua karakterku yang berangsur membaik, perasaanku terhadapmu tak pernah bisa aku robah, walau aku menyadari semuany mesti aku tata ulang. Sekali lagi aku tau aku harus merobahnya, namun aku tidak dapat melakukan itu. Disini, disaat ini mungkin kah aku telah salah?? Namun satu rahmat yang aku sukuri, semua perasaanku ini tak pernah meminta korban selain aku benar-benara harus mengorbankan perasaan terdalamku. Ak tak pernah menceritakannya kepada siapapun, sekalipun ia adalah teman tempat aku bercerita tentang apa saja, atau membuatmu mengetahuinya sedikitpun. Semua hanya ada dalam hatiku yang aku sembunyikan di nadi-nadi utama perasaanku. Sakit memang terluka seperti ini, aku membalut luka dan perihku sendiri tanpa ada obat dan penawar. Kepada Tuhanpun aku malu untuk mengadu, karena aku takut doaku untuk dapat meraihmu adalah doa yang salah, doa yang tak layak untuk diijabah dan doa yang tak ada didalam kamus kehidupan para Rosul. Allah, aku yakin Engkau mengetahui semuanya. Jangan bebankan aku dosa terhadap perasaan yang menyiksa ini……..cukupkanlah perihnya siksa dunia untuk aku menanggungnya hari ini.

***
Kak, ternyata penderitaan ini belum cukup untukku, ternyata luka ini belum terlalu parah untuk berbalut perih yang tak sanggup hilang, ternyata air mata ini belum cukup tuk wakili pilu nya kalbuku. Aku tidak mengkehendaki rasa ini kak, aku tidak mengundangnya, aku tak hendak membawa ia serta dalam aliran darahku. Namun ia datang tiba-tiba tanpa ku inginkan, ia datang tanpa aku kehendaki dan tanpa aku harap untuk ia datang.
Ini adalah hari yang semakin menghancurkanku. Pagi ini, puasa hari ke tiga 1423H. taman jurusan masih basa, aroma akar rerumputan masih wangi bermandikan embun dan sisa gerimis dini hari. Daun-daun tua akasia berguguran bercampur aduk dengan lidi-lidi kecil cemara yang giugur menutupi sebagian bangku taman, bangku-bangku panjang ini juga masih terasa basah,tergenangi air dicekungan-cekungan kecil nya yang sudah lanjut usia. Semut rang-rang berkumpul kedinginan dilekukan batang cemara berumur empat windu itu. Matakuliah direct current 3sks baru saja selesai, sekarang jam 09.05. rasa pegal dan pusing masih menyatu dalam neuron-neuron di otakku, kami bar saja usai melaksanakan Midsemester. Menjelang mata kuliah berikutnya, taman ini adalah tempat paling indah yang menjanjikan kesegaran. Udara pagi memenuhi paru-paruku, oksigen itu membuatku sedikit lega.

Di arah belakangku, dideretan kursi yang menghadap ketimur, dibangku panjang yang beralas guguran daun cemara tua, sayup dan pasti aku dapat mendengar kabar sedih ini. Dari percakapan mu kak, dari suara yang begitu aku kenal, dari intonasi yang membuatku berdebar dan dari orang yang ia tak mengetahui lukaku dan dari orang yang ku angankan. Aku mendengar langsung cerita itu, cerita terburuk untuk diriku kak, cerita yang mengiris belulangku. Aku tak sanggup untuk menahan pedihnya. Hanya ada semut rang-rang yang menjadi tempat alasan uraian air mataku saat itu, ketika temanku bertanya, kenapa?.
“udah ambil toga di?
Blom,gampang, ntar juga kebagian.
Apa rencanamu setelah lulus?
Seperti para senior kita aja mungkin, aku belum minat bekerja.
Kemana?
Mungkin ITB
Setelahnya?
Kamu mau tau aja jo!
Biassssssssssssssssa kali jo, apalagi kalau bukan kawin.
Emang ustadz kayak lo pengen kawin juga di?
E, aku kan perjaka normal boy!!!
Sama siapa?, udah ada blueprint blom??
Ya iyalah jo, siapa lagi kalau bukan ustadzah, mana mau dia sama gadis-gadis macho di OTO.
Emang di OTO ada ceweknya?
Ada kali fren, the first n last lady ha.ha…….ha…………
Maksud lo, laksmini Robson ha………..ha……ha…………..
Bukan kaleee…………
Ya, I know frend, ya cacha lah, udztaza putih etooooooo lho jo
Oooo, dia? Kalau dia gue juga naksir kale
Doain aja ya, biar satu masalah bisa selesai dalam satu waktu, aku lulus dari sini, diterima di ITB dan di terima jadi pangerran nya Cacha. Amin.
Aminnnnnnnnnnnnnnnnnn.

Kak, aku hanya bisa berpura-pura tidak mendengarnya, dan seperti larut dalam pembicaraan teman sekelasku, ini kesedihan kedua yang setara dalam hidupku kak, setelah perceraian kedua orangtuaku. aku tidak bisa mengatakan sesuatu tentang apapun. Yang kubisa hanya pergi dari temanku dengan satu salam dan alasan kurang enak badan, dan mengurung diri dikamr kostku. Ya Allah, apakah aku salah selama ini? Itu pilihan hidupmu kak, aku tau kau tak melihatku, atau bahkan tak kenal aku, tapi kenapa harus cacha kak, kenapa harus dia. Dia itu teman dekatku kak, dan hanya dia teman berbagi yang aku punya.

Aku tak mudah dekat dengan teman-temanku, selama perjalanan usiaku, aku hanya punya dua teman dekat, yaitu Roza dan cacha. Sekarang roza sudah pergi dariku. Dia harus menghadapn Nya, menyerah kerana penganiayaan ayah tirinya. Setelah roza pergi, aku hanya punya cacha. Hanya cacha tempat aku berbagi. Dan kau adalah laki-laki pertama yang bisa membuatku begini, aku tidak pernah percaya terhadap laki-laki, karena melihat ayahku begitu biadab. Namun ketika aku menemukanmu, dan ini harus terjadi. Termasuk ketika aku menolak ajakan nikah pak Pratama, dosen pembimbing mu sebulan yang lalu kak. Kenapa harus begini?

***
Mas syahid mondar-mandir sambil sesekali menghembuskan nafas berat, istiqfar tak putus-putus mengalir dari bibirnya yang pucat. Setelah menerima telepon, ia buru-buru pergi dan berpesan setenga berlari kearah hujan. “put, titip Aira ya, aku mau ke PMI”. Aku hanya mengangguk, sambil terus memeluk rapat aira, “ dek, berdoa ya, jangan menangis, doain ummi!”. Lalu aku berrdiri sambil menepuk-nepuk pantatnya. Dalam hati aku terus berdoa, agar dia selamat. Sederhana saja, jangan ambil dia Rabb.

Hujan semakin deras, daun-daun palam menunduk memikul beban air yang tercurah darigumpalan awan yang semakin tebal. Aku tau, aira semakin kedinginan, aku memeluknya rapat, dan sekarang ia tertidur kelelahan. Air di selokan berwarna merah tanah, menghanyutkan sisa-sisa galian parit pembangunan ruang baru disebelah timur kami berdiri. Aku tak dapat lagi melihat pucuk segar rerumputan. Semuanya seperti danau, disini memang rawan banjir. jidad ku terasa basah.

Mataku berkedip tak percaya. Aku merabanya sekali lagi. Sekarang ak bisa memastikan, kalau yang membasahi jilbabku darah. Aku kembali merabanya, lalu aku merasakan perih. Ternyata aku juga terluka. Dan sekarang darahnya menetes ke bedongan Aira. Aku biarkan luka itu, toh ia tak membuatku cukup merasa sakit. Aira kembali merengek lalu menagis sekeras-kerasnya. Aku hanya bisa mendekapnya erat, tak banyak yang bisa aku lakukan. Aku tak sanggup berfikir, aku mendekapnya lagi.
“mungkin ia lapar mbak” seorang ibu tua yang berwajah panik itu mengagetkan ku. Diwajahnya juga ada kerutan-kerutan kecemasan. Disudut matanya masih tersisa genangan air mata. Namun, jiak abenar Aira lapar, apa yang bisa aku lakukan. Aku tidak punya apa-apa. Dan ketika aku coba meraba-raba kantong ku dan melihat sesuatu yang jatuh kelantai, aku baru sadar ternyata aku tidak memakai sandal. Hp ku berdering. Agung syuhada.
***

Percikan-percikan kecil membasahi jendela kamarku. Rumpun-rumpun melati diluar jendela seperti berlomba membuka kelopaknya. Aku membuka hordeng lebih lebar lagi, menatap kearah kelopak-kelopak melati putih itu. Indah, damai dan sederhana. Mungkin hanya itu kata-kata untuknya. Ikan-ikan koi merah berebut menyambut setiap tetesan gerimis halus yang jatuh kerumah mini mereka. Sepi sekali.

Dirumah ini hanya tinggal aku sendiri. Dan semenjak sebulan terakhir ada makhluk mulia yang datang menemaniku. Bidadari kecil itu, yang selalu membanngunkan aku dari setiap lamunan-lamunan terakhirku. Kak, diantara cela hujan wajahmu kembali terlukis, dengan lukisan yang sama indah nya dari waktu itu. Kau tetap seperti kita terakhir bertemu. Tidak sedikitpun berobah. Namun dari suaramu yang kudengar senja tadi, kau sepertinya telah jauh lebih dewasa. Aku tak sanggup melukiskan wajahmu dicela gerimis mala mini.

Bisnis seragamku dengan Agung telah mengantarkan ku kembali bertemu dengan mu. Agung menjadi klien ku untuk pembuatan seragam tempat kantor ia bekerja. Dia adek kelasku dan perna tinggal sekamar bersamamu di wisma. Dia banyak bercerita tentangmu kak. Dari dia aku tau, kalau kau belummenikah. Dan kau selalu mencari-cari alamatku dan nomor teleponku, semenjak cacha menikah tiga tahun lalu. Itu sama saja ketika kita sudah tiga tahun tak bertemu. Dan senja tadi kau meneleponku. Kak, haruskah aku bahagia atau marah atau menangis sekuat tenaga yang aku punya denan ajakanmu untukmenikah, yang selama ini hanya harapan yang sepertinya tak mungkin terwujud untukku.

Ya Allah beri aku kekuatan untuk menjalani semua ini. Kak, tadi sore. Tadi sore, disebuah sore yang tidak dapat aku ceritakan lukisan nya, aku baru saja memberikan jawaban ia untuk menjadi ibu dari bidadari kecil ini kak. Cacha menuliskan di inbox facebook ku, ia menulis kan dengan kata-kata yang aku tidak sanggup mengatakan tidak padanya.

“ Put, dua hari lagi ukhti mau taaruf dengan akhi Altaf . Benarkah ukhti sudah benar-benar siap menjadi istri seoarang ekspatriat??, tapi aku teman ukhti yang sudah sangat lama dan sangat mengerti dirimu ukh. Sepertinya ia tidak cocok untuk mu, percayalah. Yang cocok untukmu adalah mas Syahid. Ya mas Syahid abinya Aira. Aku berharap kau bisa mendampinginya setelah aku tiada nanti, dan aku titip aira padamu, semenjak saat itu sampai nanti, ia akan menjadi anak kalian berdua selamanya”
Dan dua hari semenjak pesan itu ditulisnya adalah hari kepergian chacha kak, hari dimana aku harusnya bertemu dengan Altaf yang datang dari pashaward Pakistan. Kami dalam perjalanan kebandara untuk menjemputnya dan karena ia meneleponku delapan jam sebelumnya, dia sudah check in. namun, diperjalnan aku mendapat telepon dari Ummu Zakiyah Ali, ibunda Altaf, dia yang akan kami jemput, telah tewas karena ledakan bom dibandara…………………………..tangis ummu zakiyah, calon mertuaku itu seperti tangisku, seperti linangan air mata cacha dan seperti kekagetan mas Syahid. “ucapkan Innalillahi wa innailaihi rojiun ukhti” mas syahid dan cacha bersamaan menguatkan ku, dan bersamaan juga dengan mobil mu menabrak kami.

My love
Share on Google Plus

About aisyah syahidah

    Blogger Comment
    Facebook Comment

2 comments:

komentar nya tulis disini