balada taqdir

Jam 7 pagi di Soe-Ta. Sekuat tenaga aku berusaha sembunyikan air mata. Tak hanya karena kepergian nya, tapi impian indahku tiga bulan lalu bersiap terbang bersama nya. bukan karena ia bermaksud membawa. Aku percaya taqdir, dan bersama taqdir waktu mengganti dengan apa yang Allah mau. Masih dingin tentu! Soe-Ta tetap kaku dan belum terlalu berdebu. Terminal B, tetap sesepi biasanya, kecuali saat keberangkatan dan kedatangan haji dan para TKW. Kini aku disini, berusaha mengunci air mata yang menyeruak hendak tumpah. Kawahnya penuh sudah. Aku mengantarkan sahabat terdekatku.

Tiga bulan yang lalu aku mempersiapkan segalanya, saat itu usiaku akan segera memasuki 30 tahun. Sebuah keindahan saat penantian akan segerah berlabuh ditepian horizon mimpi yang bernama pernikahan. Aku menunggu momen itu lebih lima tahun lamanya, sedetik hari kulalui dalam detak yang berjalan lambat. Roda-roda waktu berjalan merangkak dan aku mulai lelah menunggu. Lalu waktu itu nyaris menemui muaranya kini, belantara bunga warna-warni mekar ditaman hati. Kini waktu berjalan seperti berlari namun kadang terarsa terhenti dengan desir darah yang sering menghentak tiba-tiba. Seperti telaga surga tercurah dari langit dan aku mandi dibawahnya, dengan sekuntum kenanga putih disela rambut. Setiap memasuki kamar impian itu, darahku berdesir tak bernada, naik dan turun tak teratur. Segalanya seperti setiap waktu ada yang kurang, aku mengecek nya sebanyak waktu yang aku punya. Saat itu seminggu menjelang hari pernikahanku.

sepanjang hidup bersamamu
kesetiaanku tulus untukmu
hingga akhir waktu kaulah cintaku cintaku
sepanjang hidup seiring waktu
aku bersyukur atas hadirmu
kini dan selamanya aku milikmu
yakini hatiku kau anugerah Sang Maha Rahim
semoga Allah berkahi kita
kekasih penguat jiwaku
…………………
Sering kuputar dihand phone menggunakan headset. Aku mengulang nya sepanjang waktu. Sesering detak darahku yang tiba-tiba berdesir tak tentu. Kadang aku merasa malu, aku seperti ABG dimabuk cinta, namun aku tak sanggup berhenti dari segala waktu yang berjalan indah itu. Sepanjang hidup aku belum pernah jatuh cinta, tak pernah merasakan desir-desir aneh ini. 24 tahun perjalanan waktu ku, ku isi dengan segala obsesi yang tertata rapi, tak ada ruang untuk desiran ini tersisa disana. Lalu lima tahun setelahnya waktu itu terisi dengan menunggu dan bait-bait doa yang mengalir disetiap detak waktu. Semakin hari doa-doa itu berfluktuasi dengan waktu. Di titik terindahnya ia berklaborasi dengan sedu dan air mata. Menghiasi malam-malam dingin dilantai masjid 10 malam terakhir menuju hari nan fitri. Disepertiga malam terakhir ia menjelma se bening telaga dalam curhatan Rabbani. Dan kini, seminggu lagi, ia akan terpahat di surga sebagai sebuah ikatan ibadah.
Walau aku hanya bertemu dengan nya dalam satu kali kesempatan, tak banyak yang aku tau darinya dan karakternya. Tapi aku hanya percaya pada Allah. Hidup ini hanya ada dua sisi, dan doa akan merobah taqdir yang telah digariskan Nya. aku meyakinkan diriku, dia sebaik yang aku telah lakukan, dia sebersih apa yang aku juga telah ku upayakan. Dia akan seperti doa-doaku, jika pun nanti tak seindah lukisan ku dikanvas harap. Maka ia akan menjadi indah, karena aku telah mempersiapkan ruang untuk itu. Dia mualaf, dan maharku nanti adalah surat Ar-Rahman.
Kadang selintas aku terbayang, bagai mana susah nya ia menghafal, dari huruf-demi huruf yang begitu asing itu. Namun terakhir dari adikku yang juga teman dekatnya menceritakan bagaimana tekun nya ia belajar, aku semakin berdesir indah. Betapa cepat ia berlari susuri lorong-lorong aqidah. Betapa polos pertanyaan-pertanyaan nya tentang dasar-dasar tauhid Ilallah.
“kadang ia bertanya seperti anak kecil, sedikit jedah namun akhirnya dia bisa”
Adik laki-laki ku, gurunya. Ini akan begitu indah. Pada persiapan ini, aku luapkan segala mimpi yang sejak lama mengalir di newron-newronku. Konsep pernikahan, tatarias gedung, gaun pengantin dan dress pernikahan. Untuk busana ini aku desain sendiri. All about white. Dan jambangan mawar putih berukuran sedang juga telah ku pesan. Aku menghitung waktu berjalan mundur. Saat mata tak kunjung terpejam di hutan malam menuju belantaranya. Kini doa-doa itu tidak lagi mengambang. Ada muara alamat bertanda sebuah nama. Ku eja namanya, awalnya tergagap dan darah ku berdesir, namun pelan ku coba lagi, ia mengalir damai. Disana ada kata-kata kami kini.

Ibuku, kini ia juga seperti calon pengantin dengan senyum mengambang. Sejak lima tahun yang lalu ia memintaku untuk segera menikah, mengharapkan cucu-cucu yang lucu.
“mama iri dengan orang seumuran mama nak”
Lima tahun pertanyaan ini tidak bisa ku jawab, karena aku tidak menemukan tentang apa yang kucari. Sesosok sederhana dalam kemegahan nya. dan pada dirinya kini aku temukan segala impian yang terpendam di palung hatiku. Walau kami hanya bertemu sekali dalam sebuah ketidak sengajaan.

“dia nasrani, taat namun kini ia lagi galau………………”
3 bulan sebelum minggu terakhir penantian ini, dalam dikusi singkat kami selepas makan malam. adekku Alfian bercerita tentang nya.
“dia teman kantorku yang baik ni, ibunya Jawa dan ayahnya keturunan Tionghoa. Dia sangat kritis, dan terakhir dia dipecat dari gereja hahahahhahahhahaahhhahahahahha”
“dipecat?”
“ya, dia terlalu kritis bertanya”
“terakhir dia mempertanyakan konsep trinitas”
“ya, pendetanya memecat dia”
“trus, serius begitu?”
“iya, tapi pastinya dia ga mau ngejelasin, katanya dia sekarang lagi mempelajari budhis”
“kenapa kamu ga kasih dia holy quran aja?”
“santai sis, aku juga memikirkan nya”
Dan kini semua menjadi segalanya indah, aku tau ini akan lebih berat, namun aku yakin Allah tak kan membiarkan ku sendiri. Aka nada dan campur tangan Nya disetiap perputaran waktu. Kini ia muslim. Kini ia tengah menghafalkan maharnya. Ya Allah, sungguh indah!

***
“Alhamdulillah ia memilih islam ni, dia akan bersyahadat jumat ini”
“Alhamdulillah”
“will u help him”
“as I can fian, what I can do?”
“maybe u marry him”
Ha…………………..saia?????????????
Namun begitulah, aku kenal betul karakter adekku, dan tak ada kepentingan dia untuk menjerumuskanku, bahkan di momen-momen tertentu ia menjadi guruku dalam banyak hal. Alfian telah memilihkan nya untukku, aku yakin, ini semua dengan segala pertimbangan nya sebagai seorang laki-laki dewasa 26 tahun. Aku akan menikah dengan nya yang lebih tua 3 tahun dariku. Mualaf dan teman adekku.
“baik lah, lakukan yang terbaik sebisa yang kamu bisa fian”
Ini kalimat penerimaan itu, dan setelahnya berjalan seperti berlari. Dua bulan tiga minggu sudah. Kini 15 januari. Dan pada ulang tahun ke 30 ku 22 Januari nanti, maka aku akan bergelar nyonya untuk nya. kata klasik penghibur diantara deretan joblo beriman,
“bersabarlah, maka Allah akan memberi lebih indah dari yang kita minta”
Atau yang lebih klasik lagi dari kisah cinta Laila-Majnun
“akan indah pada waktunya”
Selama penantianku, kata-kata itu hanyalah kata klasik penghibur nan menyebalkan. Namun kini setiap nadi utamaku memompah darah lebih banyak, kata-kata sakti itu benar adanya.

***
“wat, aku kekamar mandi duluya, jangan cek in dulu, tungguin aku”
Aku berlari kekamarmandi hanya untuk menumpahkan kawa mataku yang telah membanjiri hingga kepertahanan terakhirnya. Tumpah dalam sedu-sedan tertahan. Lalu berlahan ia lega dan aku mencuci muka, mengelapnya dan kembali menata mimic dan ritme hatiku.
Wati alkian, teman dekatku semenjak diasrama mahasiswa dulu. Dan satuhal yang paling mendera, ia adalah teman berbagiku dimasa-masa sulit penantian dan penyeleksian pendamping ke hari tua. Tak jarang kami menyeleksi bersama setiap ada orang yang mencoba dekat dengan salah-satu diantara kami. Kami periksa detail format biodata, dengan kemapuan psikologis seadanya kami analisa juga foto-foto para aplican itu. Seserring ia berkunjung kerumahku, sesering itu pula aku menyambangi kos-kosan nya. disetiap pertemuan itu, seperti cerita kami tek pernah akan berkahir, lalu lelah dan kantuk kadang mengecewakan diantara kami berdua, karena merasa masih banyak hal yang ingin diceritakan. Masa-masa sulit menunggu dan menyeleksi telah membuat kami lebih dekat lagi.

Pernah di satu waktu, kami tak berhenti ketawa setengah malam. membahas seorang india keling yang melamarnya dengan sangat romantic sekaligus konyol. Berteriak dari lantai 3 gedung kedutaan ditengah sebuah acara resmi
“miss wati, I love u so much……………………will you marry me????????”
Kami tertawa tak berhenti hingga berkeringat dingin. Mungkin ia mencoba romantic ala bollywood. Tapi semenjak itu, ia tak terlihat lagi. Mungkin ia dipecat dari pekerjaan nya karena romantika yang dramatis itu.
Tentang pengalaman-pengalaman indah kami selama bersama. Dan kini ia akan pergi dan entah kapan akan kembali menjejakan kaki di tanah air ini.
Departure, terminal B, Soe-Ta airport. Ia tidak akan pergi sebagai seorang TKW, jika begitu pastinya aku tak kan pernah mengizinkan nya. tidak juga untuk haji dan umroh, karena untuk haji dan umroh, nominal tabungan kami sama. Dibawah 10 juta (ini adalah rahasia cuyy). Untuk study? Juga tidak, karena TOEFL kami sama, 525 dan telah menunggu keberangkatan untuk study selanjutnya. Jika ia akan berangkat sebagai maha siswa, maka itu akan terjadi awal maret mendatang. Karena kami sama-sama akan berangkat ke Australia atas bea siswa ALA. Kini ia akan berangkat sebagai seorang yang sempurna segalanya. Ia akan berangkat sebagai sorang istri solehah dan delapan bulan lagi akan menjadi seorang ibu.
“carilah ilmu walau kenegeri cina-terimalah jodohmu walau dari negeri Jordan”
Inilah godaan ku padanya 2 bulan lalu.

***
Ia ada saat bahagiaku menunggu detik-detik terakhir ku sebagai seorang nyonya, ia ada saat darahku muncrat sana-sini tak teratur dengan ritme kacau balau. Ia ada saat aku endesain gaun pengantinku. Ia yang menemaniku memesan jambangan mawar putih. Aku membaca gurat sedih yang dalam di tarikan nafasnya, yang kadang terdengar begitu berat. Namun ia menyembunyikan nya lebih dalam dari yang aku kira. Ia menyemangatiku, ia meyakinkan ku kini, ia menguatkan langkahku yang awalnya bimbang. Dan ia yang memilihkan furniture kamar impian ku.
Dan saat kabar itu datang. Saat Albert Wijaya (Syahid Habibie, terbujur kaku diruang mayat Eka Hospital BSD. Saat jantung Alfian nyaris berhenti berdetak di ICU rumah sakit yang sama. Dia juga ada untukku. Saat ia bacakan ayat tiap ayat surat Ar-Rahman, air mataku semakin banjir dan seolah tak pernah akan kering. Wati! Seharusnya Syahid Habibie yang akan membacakan nya untukku esok lusa. Dan kini ia sudah tidak akan kembali lagi, dan adekku Alfian, hanya keajaiban dari Allahlah yang bisa selamatkan dia. Wati tetap ada untukku.

Namun kini, ia akan pergi memulai perjalanan hidupnya dibabak ketiga. Kami menamakan nya begitu. Satu adalah babak dibiayai orang tua, dua adalah babak membiayai diri sendiri setelah bergelar sarjana, tiga adalah babak dibiayai seseorang dengan cinta, dan empat adalah babak yang belum kami bahas dan belum bernama.
Jordan adalah Negara yang jauh, shock culture menjadi pertimbangan kami diawal-awal proses nya dulu. Dan kesedihan ku yang masih sesegar telaga merapi membuatnya juga berat melangkah. Namun kami sadar, arti seorang sahabat bukan lah harus menghentikan langkah sahabatnya, sekalipun ia terluka karena langkah itu. Aku mensupport nya. dengan berat akhirnya ia memilih
“ya”
“go a head wati”
Dan kini ia benar-benar akan pergi, suaminya bekerja di kedutaan besar Jordania di Jakarta. Namun masa tugas nya berakhir dua bulan setelah pernikahan mereka. kini ia akan kembali ke Jordan, membawa serta teman dekatku dalam kepak sayap putihnya. Entah untuk sampai kapan. Entah untuk dibawa kemana setelah Jordania. Entah kah kami akan kembali bersua.
Ini lambaian terakhir tangan nya, ia sudah jauh diantrian depan penerbangan pagi ini. Ia tak lagi akan melihat aliran air mataku. Suami nya Khalid Ali, menyembunyikan wati mungil di dadanya yang bidang. Sungguh ia akan terbang bersama merpati cinta nya. dan kini aku akan menangis sepuas yang aku mau. Karena air mataku tidak akan membuatnya berat melangkah. Karena ia telah terbang sempurna.

Awal maret di Adelaide
Musim gugur,
akan menyambutku hari itu
Luruh nya daun akan hentikan isak hati
Biarlah sedih pergi bersama daun yang memerah
Didaun yang jatuh ketanah
Akan ku tulis lembar usang kesedihan
pada pucuk yang segera tumbuh
terlukis sebuah mimpi yang kembali utuh
Share on Google Plus

About aisyah syahidah

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

komentar nya tulis disini