titik balik

Untuk sampai keseberang, pendayung itu tidak pernahbergerak sendiri

Empat setengah tahun hingga akumenuju titik itu. Sebuah titik terendah dalam hidupku yang mungkin adalah sebuah titik yang lebih memilukan disbanding apapun. Aku merasa berada dilapangn indah terbuka dilereng perbukitan hijau, pohon-pohon pinus berbaris seperti serdadu menjadi juri Untuk setiap nyanyian burung-burung pagi. Namun sebenarnya pada saat yang sama sebenarnya aku tengah berlutut didepan apu unggun tepat tengah hari. Situasi yang benar-benar sangat kontras.

Aku terlahir sebagai anak pertama dari pasangan ayah dan ibu dengan karakter asli mereka. Disini yang kumaksudkan adalah karakter yang tidak terpoles oleh bingkai akademis dan religi. Namun mereka menyayangiku dengan kesederhanaan itu. Namun bagiku ada sebuah ruang yang tak terpenuhi. Aku dilahirkan untuk memiliki lima orang saudara dengan jarak yang sangat dekat sekali. Sebuah dilemma memang, aku tidak bisa bebagi dengan leluasa dengan orang tua dan saudara-saudaraku.

Namun setelah semua itu, dan bukan itu masalahnya kini. Dari titik empst setengah tahun yang lalu tilah aku membangun sebuah bangunan tanpa pondasi. Aku menemukan sosok seorang kakak. Lalu ternyata perlahan aku mendapat sambutan luar biasa darinya. Didukung suami dan keluarga nya juga. aku serasa menemukan titik balik dalam hidupku yang luar biasa. Aku seperti ketumpahan embun di terik matahari.

Tapi Tuhan ternyata memang maha tau segalanya. Sebuah ruang kosong yang dulu terasa menganga dan terisi dengan kasih sayang seorang kakak yang seperti dapat member segalanya, namun inilah titik balik itu. Titik dimana aku akhirnya harus terpenjara, terjatuh dan kehilangan daya. Dengan semua harapan dan keterlenaan aku menjadi lupa, kalau aaku sebenarnya telah teperosok ke lubang yang dalam. Menggali kuburan sendiri dan membakar diri didalamnya.

Aku begitu tergantung padanya

Berlahan dan pasti kemandirianku tergerogoti. Aku seperti dihipnotis sehingga tak satupun urusan sekecil apapun bisa ku tangani sendiri. Aku menjadi seperti orang buntung yang menyerahkan segalanya pada nya. Sebagai sebuah kenangan saja. Sebenarnya diawal pertemuanku dengannya keadaan itu serba terbalik.

Tuhan begitu menyayangiku dan tidak membiarkan aku selamanya dalam keburaman itu. Tuhan mengirimi aku seorang malaikat penolong nya, seorang yang aku patut sangat berterimakasih padanya setelah ini. Mungkin dia datang seperti kebutuhanku dulu, mengharap kasih sayang diluar kegersangan nya dalam keluarga. Dengan sangat cepat ia menjadi sangat dekat dengan kakak angkatku. Sangat dekat dan sangat dekat. Aku merasa seperti dibuang dan semua urusan ku tak ada yang benar-benar selesai, karena sang kakak tak lagi selamanya ada untukku. Karena sekarang ia sudah berbagi dan aku adalah orang yang kedua untuk segala sesuatunya.

Lama aku mendekam dalam penjara ini. Menumpahkan emosi dengan cara apapun yang aku bisa. Aku begitu marah, begitu tak rela dan begitu benci. aku benar-benar megutuk ‘adik keduanya’. Bagiku ini adalah neraka sesungguhnya sampai hari itu.

Satu setengah tahun aku dalam kondisi ini. Aku tidak punya jalan keluar. Aku tidak bisa berrkosentrasi untuk segerah menikah atau memulai kuliah bahasaku yang baru.

Satu titik penyelamatan itu dimulai. Aku terbangun lebih awal suatu subuh, lama terduduk dan menatap jendela didepanku. Diluar hujan terdengar rintik-rintik. Perlahan ku tark nafas dank u lepas pelan-pelan. Rasa tak berdaya, merasa sendiri dan tak bisa melakukan apa-apa menyapaku. Aku seegera sholat memulai hari itu dengan sebuah perasaan aku tak bisa melakukan banyak hal bukan karena aku tidak bisa.

Pada sorenya, sebuah sore yan indah juga. setelah seharian aku berjalan-jalan mencoba nikmati saat-saat sendiri. Dan saat kembali aku besujud dalam sholatku, aku kembali sadari banyak hal yang Tuhan beri kepadaku yang telah kubiarkan terbengkalai. Dan dalam sendiri itu aku berdoa untuk bisa kembali bisa. Bisa melakukan segala hal untuk pengembangan diriku. dengan sendiri aku lebih bisa memutuskan banyak hal.

Dan semenjak sore itu aku seperti terlahir lagi untuk sukses, tidak tergantung dengan orang lain, bisa lebih banyak bersyukur dan menikmati hari-hariku. Tidak adalagi, marah, benci dan tak rela. Aku dapati diriku dapat melakukan sendiri hal-hal yang sepertinya mustahil dalam empat setengah tahun terakhir.

Dan yang lebih menyenangkan ku adalah sekarang aku berkarya lagi, merencanakan kuliah bahasaku semester depan dan mengharapkan sebuah pernikahan yang sesegerah mungkin padda Tuhan. Amin ya Rabbal ‘alamin……………………. (seperti yang diceritakn hamidah kepadaku)
Share on Google Plus

About aisyah syahidah

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

komentar nya tulis disini