Ga selamanya like mom like daughter

Perutku lumayan lapar, segelas jus alpukat tak sanggup menolong teriakan nya, berjalan tergesa mungkin naluri yang benar-benar alami untuk segera membujuk sebelum mag ku benar-benar marah. Dari lantai tiga pamulang square setelah sholat magrib, yang terbayang memangil-manggil adalah restoran mini pinggir jalan dengan menu ikan panggangnya dengan asap mengepul. Tidak solaria,KFC atau AW dengan ayam goreng kering nya. aku mau ke restoran kecil pinggir jalan itu.

Rasanya aku benar-benar setengah berlari melewati lantai dua mall ini. Tapi uppsssss, mataku ternyata masih saja menyimpan sedikit keusilannya. Sejenak aku melupakan rasa laparku. Tidak keayuannya dan aroma gerak tubuhnya yang membuat aku terpana. Karena banyak gadis dan perempuan indah yang lalu lalang di mall ini. Tapi dia dalam balutan busana nya sangat tampak anggun. Mungkin baru 16 tahun umur adik itu. Parasnya ayu sederhana, tapi caranya berpakaian benar-benar indah. Pakaian itu juga sederhana, hanya rok levis dan kemeja putih panjang, jilbab biru berenda yang juga sederhana. kaos kaki bermotif biru laut. Ia sangat anggun dan terlihat cantik dalam kesederhanaan itu.

Satuhal bagiku yang sangat menyita dan sembunyikan rasa laparku. Gandengan nya, sebenarnya juga agak sedikit berlebihan mungkin kalau aku begitu detail memperhatikannya. Seorang ibu dengan lagging hitam dan baju tak berlenga super ketat, maaf, aku sempat melihat suatuhal yang, ah entahlah dari tubuhnya. Wajah putih kemerahan dengan lipstick merah marun. Alisnya melengkung tajam. Aku sedikit mundur sesaat beradu tatap dengan nya. dan selanjutnya aku beradu tatap juga dengan gadis anggun yang menggandengnya. Terlihat sangat mesra dalam arti yang jauh. Suatu yang tidak mungkin sigadis adalah adek nya si ibu ‘cantik’ itu. Dari belahan wajah dan lukisan senyumnya aku benar-benar yakin kalau si gadis adalah anaknya. Sekali lagi merreka sangat mesra.

Saking gugupnya saat lagi-lagi beradu pandang dengan sigadis dari jarak brlawanan sangat dekat, akhirnya aku benar benar gugup dengan keusilan mataku. Untuk menutup segalanya aku mengucap salam pada si gadis dan berlalu, lalu aku ingat tujuan utamaku, karena kini seiperut kembali membunyikan gendering perrangnya.

Di meja single restoran desa itu aku menyantap ikan bakar asap. Lambat-lambat terdengar nyayian berenergi jiwa dari ebit G ade. Rintik-rintik kecil diluar menamba irama dan aroma rerumputan taman. Perutku mulai berdamai. Tiba-tiba da kertas kasir terbalik yang tersodor dimejaku. Awalnya juga aku agak kaget, karena semua pesanan sudah kubayar diawal.

Kepalaku memandang lurus ke wajah sang pemberi kertas itu, ia tersenyum dan segera berlalu sambil mengucap salam. Ia gadis berjilbab biru itu.

Lama aku terpana dan baru menjawab salam nya selagi ia sudah melewati ke meja depan, sepertinya ia memesan sebotol air mineral, lalu berlalu didepanku dengan senyum tipis.

Dikertas itu ada secarik tulisan yang sepertinya ditulis dengan tergesa:

“ass ww kakak yang baik, dia mamaku kak. . Kakak doain aku dan mama ya, biar aku bisa mendekati emosi mama dan mama bisa kembali lagi (mama murtad kak)” ikut papa baru. kitaro…

Dan kertas itu kini masih ku simpan, teriring doa buat kitaro dan mamanya. Amin..

Share on Google Plus

About aisyah syahidah

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

komentar nya tulis disini