Sang diplomat part II

Kami terlambat sekitar 20 menit. Benar dugaanku, Duta Besar telah menyampaikan pidato sambutannya. Aku memastikannya pada staf lokal kedutaan saat registrasi di depan ruang pameran. “ Eh mba, kayanya kita pernah ketemu, di mana ya? “, kata staf kedutaan yang wajah dan dandanan mirip Indie Baren itu.

“ Bener mba, itu lho waktu acara tree’s planting di Serpong,” jawabku

“ Oh ia ya mba. Ayo, silahkan masuk!”.

“ Makasih mba. By the way, speech nya udah selesai ya mba?” aku balik bertanya

“ Udah mba. Mba telat siy”, timpalnya sambil tersenyum

*****
Kami melangkah ke ruang pameran topeng-topeng khas dari salah satu negara Amerika Latin. Dari kejauhan aku melihat Sang Diplomat Wanita itu sedang berbincang dengan tamu-tamu yang datang. Beberapa saat kemudian setelah melihat beberapa topeng yang dipajang di dinding Museum, aku menghampiri diplomat itu.

“How are you Excellency?

“I am fine. How are you?

“ I am fine. Thank you.

“ Saya turut berduka cita yang dalam atas kepergian ibu anda beberapa hari yang lalu. Saya membaca berita duka itu di facebook resmi anda. Maaf…tidak dapat hadir pada prosesi karena ada tugas yang harus dilakukan, “ ucapku dalam bahasa Inggris.

Prempuan berpostur tubuh tinggi besar itu menggenggam tanganku dan menceritakan tentang kronologi menjelang ibunya meninggal. Tangannya terasa hangat dan matanya berkaca-kaca. “But I think she is happy “, ucapnya. Wajahnya masih menyiratkan kesedihan. Tidak seperti pada pertemuan-pertemuan sebelumnya. Tiba-tiba dia mencium tanganku dengan pipinya perlahan….aku tidak tahu perasaanku waktu itu. Yang pasti aku merasa terharu dan masih merasa kurang percaya dengan apa yang baru saja terjadi. She is an ambassador…seorang wakil negaranya di Indonesia, sungguh suatu penghormatan......


Karena sudah terlewat pidato pembukaan aku meminta kesediaan beliau untuk di wawancara mengenai pameran itu. “ Semua bahan sudah ada di press release dan…”, ucapnya dalam bahasa Inggris sambil meraih buku panduan pameran dari tangan temanku. “ Tapi saya butuh suara anda, karena kami Radio,” timpalku sambil tersenyum. “ Oh ia, ini untuk radio…silahkan kapanpun anda mau selama pembukaan malam ini,” balasnya sembari tersenyum.

Dia berlalu dan kembali bersama tamu-tamu lain yang terus berdatangan. Setelah berkeliling melihat koleksi topeng, kami menikmati makanan khas negara itu.

Tak lama berselang, setelah melihat pajangan topeng-topeng yang sebagiannya menurutku “agak aneh” (Hehe). Mungkin karena aku tak memiliki sense of art atau memang tidak mengerti sama sekali nilai seni topeng-topeng itu. Buatku yang indah itu ya sesuatu yang indah dipandang dan tidak menimbulkan rasa takut atau kesan menakutkan (hihi).

Takut kehilangan kesempatan, akhirnya aku mencegat Sang Diplomat dan langsung meminta peryataannya seputar Pameran malam itu dan urgensinya untuk hubungan bilateral antara kedua Negara. Hanya beberapa pertanyaan saja. Benar juga, ternyata memang ada kemiripan budaya antara kedua bangsa yang letaknya cukup berjauhan dari sisi geografis ini. Seni patung yang merupakan ekspresi karakter manusia dan alam juga dijumpai di sejumlah wilayah di Indonesia seperti Bali , Jawa, Papua dan lain-lain.

Aku dan temanku berdiri di salah satu sudut ruangan sambil menikmati minuman air beras (namanya) khas Negara Amerika latin. Sang diplomat menghampiri kami setelah meminta segelas minuman di meja di konsumsi.

Do you like it?

Yes, I think so. And I wish I can make it by myself,” ujarku

Why not? It’s easy, and I believe that you can make it by yourself

Dengan antusias dan wajah berbinar Sang Diplomat menerangkan proses pembuatan minuman khas negaranya yang kedengarannya sangat sederhana.

Di luar udara semakin dingin. Ruang pameran mulai sepi. Para tamu mulai meninggalkan ruangan satu persatu. Kami juga pamit dan meninggalkan ruang pameran. Malam itu ada secercah rasa haru dan bahagia menyeruak di relung hati.

*****
Share on Google Plus

About aisyah syahidah

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

komentar nya tulis disini