Sang diplomat part 1

Aku dan Sand Diplomat (Part I)

24 Agustus (24 Ramadhan 1432 H)

Matahari mulai naik saat mobil kijang yang membawa kami meluncur di jalan protokol Jakarta . Hari ini ada wawancara dengan salah satu kedutaan asing di Jakarta . Sebelum berangkat kami (aku dan rekan seprofesi lain) baru tahu kalau kami menuju gedung yang sama, hanya beda lantai. Di lobi kami bertemu dengan soerang diplomat.

“Hi, how are you?”, sapa Mr. Everardo.

“Oh, fine sir”, jawabku.

“What are you doing?”, tanyanya

“I have interview with Ambassador, in your office, and my friend will have interview with another Ambassador”, jelasku

“Oh, that’s great! I think you are very active”, balasnya sambil tersenyum

“Yeah, that’s our duty”, jawabku serempak dengan temanku.

Setelah berbasa-basi dan berbincang seputar perkerjaan, Mr. Everardo pamit karena harus menghadiri sebuah

acara, seminar International on Islamic issue" kalo aku ga salah :-)...Beliau menawarkan kami ikut acara tersebut. Sayang sekali waktunya tidak memungkinkan. Karena kami sudah ada janji dengan Duta Besar..."Mungkin lain kali," jawabku.

Kami saling berpamitan dan berpisah.

*****

Aku memijit bel di pojok atas pintu. Seorang staf kedutaan membukakan pintu dan mempersilahkan masuk. Seorang staf wanita berwajah oriental kemudian datang dan mempersilahkanku duduk dan menunggu sebentar. Kami sudah saling kenal karena sudah beberap kali bertemu. “ Mba, mohon menunggu sebentar ya, soalnya dubes masih ada meeting”, ungkapnya.

Aku menganggukkan kepala tanda setuju. Tak terasa sudah hampir 30 menit berlalu. Aku membolak balik kertas-kertas berisi pertanyaan yang akan diajukan. Sesekali aku mengeluarkan handphone dari dalam tas dan mengecek pesan masuk. Aku memandangi lukisan-lukisan dinding di ruangan. Di luar jendela terlihat langit Jakarta dan gedung-gedung pencakar langit yang tertutupi kabut tipis. Berkali-kali aku melirik jam ditanganku.

Pukul 10.30, akhirnya staf kedutaan muncul juga dan memberi tahu bahwa meeting sudah selesai dan interview sudah bisa dimulai. Aku bergegas mengemasi barang-barangku dan mengikuiti wanita muda berwajah oriental itu menuju ruangan Duta Besar. Aku duduk di sofa di sudut ruangan dekat pintu masuk dan mempersiapkan alat-alat, sembari menunggu Dubes yang sedang berbicara lewat telpon, sepertinya berbahasa Spanyol. Setelah menutup pembicaraan, wanita setengah baya itu menghampiriku, “ Selamat Pagi Mbak,” ucapnya dengan seulas senyum dan kamipun berjabat tangan. Tanpa menunggu lebih lama wawancara dimulai. Sesekali aku mencuri pandang ke luar kaca jendela, langit Jakarta siang itu tidak begitu cerah, kabut putih tipis menyelimuti. Setelah menutup perbincangan yang berlangsung sekitar 45 menit, aku mengantongi catatan yang ditawarkan. Aku mengemasi barang-barangku sembari berbincang-bincang. “How’s your fasting? Tanya dubes. “ So far so good, since we have come to the end of Ramadhan,” jawabku sambil merapikan kabel-kabel microphone ke dalam tas. “ Keep health”, ujarnya lagi sambil menebar senyum. “ Thank you”, balasku sambil tersenyum.


Dubes itu lalu duduk persis di depanku dan menyodorkan tape recorder kepadaku. Dia mengambil microphone memberikan padaku sambil melepas logo radio. Kami tersenyum serempak karena lipatan kertas yang digunakan untuk menyangga logo itu terlepas.

That’s okay, jawabku sambil tersenyum. Aku mengambil microphone, melepaskan logonya dan memasukkan ke dalam tasku. Setelah pamit aku meninggalkan ruangannya.


*****


Setelah sempat menunggu temanku beberap menit, kami menaiki mobil kantor yang telah menunggu di depan gedung. Udara di luar terasa panas....siang itu Jakarta terik
Share on Google Plus

About aisyah syahidah

    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 comments:

Post a Comment

komentar nya tulis disini